Assalamu'alaikum!
Di tengah-tengah jadwal yang padat (?) Salimah
sempetin inih buat posting, selamat menikmati (?)
Haus Kekuasaan
Lain dulu lain sekarang. Mungkin ungkapan ini
cocok dengan keadaan kaum muslimin pada hari ini. Mereka telah terhempas jauh
dari tuntunan Allah Ta’ala, dan Rasul-Nya SAW. Besarnya gelombang syahwat dan
syubhat membuat mereka terpisah jauh dari panutan mereka yaitu para sahabat
nabi SAW dan para shalafush shaleh. Mereka
beraqidah, bukan dengan aqidah Nabi SAW dan para
sahabatnya. Mereka beribadah, bukan dengan ibadah yang dicontohkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya. Mereka bermu’amalah, bukan
dengan mu’amalah Nabi SAW, dan para sahabat. Akhirnya, Allah Ta’ala membiarkan
mereka memilih jalannya sendiri dan memalingkan mereka dari kebenaran, kemana
mereka mau berpaling sebagai hukuman kepada mereka atas kedurhakaannya kepada
Rasulullah SAW, dan akibat mereka tidak mau mengikuti jalannya para sahabat.
Allah Ta’ala berfirman, “Barang
siapa yang durhaka kepada Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
selain jalan orang-orang beriman (para sahabat) Kami biarkan dia dalam
kesesatannya dan kelak kami akan masukkan mereka ke dalam neraka Jahannam, dan
Jahannam itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’ :115)
Jika kita mau memperhatikan kondisi kaum muslimin pada hari ini dan membandingkannya dengan para sahabat dan pengikut mereka yang setia, maka kita akan mendapatkan perbedaan yang sangat jauh. Pada hari ini, kaum muslimin berlomba-lomba dan haus kekuasaan untuk mendapatkan jabatan dan menjadi pemimpin. Padahal para salaf terdahulu menjauhi dan menghindarinya.
Segala cara mereka tempuh, tanpa peduli lagi
dengan halal tidaknya. Maka nampaklah gambar-gambar mereka terpampang di setiap
sudut jalan dengan kata-kata yang menggoda berharap agar mereka dipilih oleh
masyarakat. Mulai dari orang kaya sampai guru ngaji; yang tua maupun yang muda,
semua berebut kursi jabatan. Sungguh sial para pengemis kekuasaan tersebut;
mereka telah menghamburkan harta dimana-mana demi meraih kekuasaan. Andaikan
harta yang mereka hamburkan dalam pesta demokrasi itu mau dikumpulkan, lalu
disedekahkan di jalan Allah, niscaya banyak orang yang akan merasakan
manfaatnya. Tapi demikianlah setan menghiasi kehidupan dunia ini dengan segala
macam tipuannya untuk membinasakan manusia, dan membuat mereka rugi di dunia.
Para salafush shaleh terdahulu sangat takut
jika mereka diberikan kekuasaan. Sebab mereka tahu dan pahami besarnya
konsekuensi dan pertanggung jawaban kekuasaan kelak di sisi Allah Ta’ala.
Rasulullah SAW bersabda,
أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ, فَاْلأَمِيْرُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ
وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ingatlah, setiap orang diantara kalian adalah
pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang
amir (pemimpin masyarakat) yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin, dan ia
akan ditanya tentang rakyatnya”. [HR. Bukhari (5200) dan Muslim (4701)]
Seorang yang mau menjadi pemimpin dan penguasa,
harus mengetahui betul bahwa kekuasaan adalah amanah yang amat berat dipundak,
dan tanggung jawab yang amat besar di sisi Allah, sebab ia harus menunaikan hak
orang banyak, dan berbuat adil kepada mereka sebagaimana halnya mereka ingin
agar rakyat menunaikan tugasnya di hadapan dirinya. Sungguh tugas ini amat
berat digenggam, dan amat berbahaya. Tak heran jika Panutan kita, Nabi Muhammad
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- mengingatkan kita tentang bahayanya kekuasaan,
dan orang yang memintanya.
Abdur Rahman bin Samuroh -radhiyallahu ‘anhu-
berkata, “Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda kepadaku,
يَا عَبْدَ الرَّحْمنِ بْنَ سَمُرَةَ لاَ تَسْأَلِ اْلإِمَارَةَ, فَإِنَّكَ إِنْ أُوْتِيْتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ
وُكِلْتَ إِلَيْهَا, وَإِنْ أُوْتِيْتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ
عَلَيْهَا
“Wahai Abdur Rahman bin Samuroh, janganlah
engkau meminta kekuasaan. Karena jika kau diberi kekuasaan dari hasil meminta,
maka engkau akan diserahkan kepada kekuasaan itu (yakni, dibiarkan oleh Allah
& tak akan ditolong, pent.). Jika engkau diberi kekuasaan, bukan dari hasil
meminta, maka engkau akan ditolong”. [HR. Al-Bukhoriy (6622, 6722, 7146, &
7147), dan Muslim (4257, & 4692)]
Abu Musa Al-Asy’ariy-radhiyallahu ‘anhu-
berkata,
دَخَلْتُ عَلَى النَّبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا
وَرَجُلاَنِ مِنْ بَنِيْ عَمِّيْ, فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ أَمِّرْنَا عَلَى بَعْضِ مَا وَلاَّكَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ, وَقَالَ الآخَرُ مِثْلَ ذَلِكَ, فَقَالَ:
إِنَّا,وَاللهِ ! لاَ نُوَلِّيْ عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ وَلاَ
أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ
“Aku pernah masuk menemui Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- bersama dua orang sepupuku. Seorang diantara mereka berkata,
“Wahai Rasulullah, jadikanlah kami pemimpin dalam perkara yang Allah -Azza wa
Jalla- berikan kepadamu. Orang kedua juga berkata demikian. Maka beliau
bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan menyerahkan pekerjaan ini
kepada orang yang memintanya, dan tidak pula orang yang rakus kepadanya”. [HR.
Al-Bukhoriy (7149), dan Muslim (1733)]
Nabi SAW bersabda,
لَنْ أَوْ لاَ نَسْتَعْمِلُ عَلَى عَمَلِنَا مَنْ أَرَادَهُ
“Kami tak akan mempekerjakan dalam urusan kami
orang yang menginginkannya”. [HR. Al-Bukhoriy (2261, 6923, & 7156), dan
Muslim (1733)]
Seorang yang meminta kekuasaan dan rakus
terhadapnya akan mengalami penyesalan, sebab ia bukan ahlinya. Kekuasaan
menjadi sebuah kenikmatan sementara, sedang kesusahan dan tanggung jawab akan
menanti di Padang Mahsyar.
Nabi SAW bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى اْلإِمَارَةِ وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةً
يَوْمَ الْقِيَامَةِ, فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الفَاطِمَةُ
“Sesungguhnya kalian kelak akan rakus terhadap
kekuasaan, dan kekuasan itu akan menjadi penyesalan pada hari kiamat. Kekuasaan
adalah sebaik-baik penetek(yakni, awalnya penuh kelezatan dan kenikmatan, pent.),
dan sejelek-jelek penyapih (yakni, di akhirnya, saat terjadi kudeta, dan
pertanggungjawaban di hari akhir, pent.)”. [HR. Al-Bukhoriy (6729), dan
An-Nasa’iy (4211 & 5385)]
Sungguh nasihat dan wejangan berharga ini
seyogyanya menjadi peringatan bagi kaum muslimin tentang beratnya tanggung
jawab menjadi seorang pemimpin. Hendaknya jangan berani meminta kekuasaan.
Sebelum seorang diberi kekuasaan dan tanggung jawab, hendaklah ia bertaqwa
kepada Allah dan takut akan azab-Nya dengan membentengi diri mereka dengan ilmu
sebelum menjadi pemimpin.
Seorang ulama’ tabi’in, Al-Ahnaf bin Qois
Al-Bashriy rahimahullah berkata, “Umar bin Khattab pernah mengatakan kepada
kami, “Pelajarilah ilmu agama sebelum kalian memegang kekuasaan”. Sufyan
berkomentar, “Karena seseorang yang telah mengetahui ilmu agama, ia tidak akan
berhasrat lagi mengejar kekuasaan.” [Lihat Shifatush shafwah (2/236)]
Demikian pula para salaf yang lain, mereka
sangat takut jika diberi kekuasaan. Al-Miswar bin Makhromah-radhiyallahu ‘anhu-
bekata, “Ketika Abdur Rahman bin Auf diberi mandat dalam majlis syura (dewan
musyawarah pemilihan khalifah dari kalangan ulama yang cerdik dan pandai).
Beliau adalah orang yang paling kuidamkan untuk menduduki jabatan khalifah.
Kalau beliau enggan, sebaiknya Sa’ad. Tiba-tiba Amru bin Ash menjumpaiku dan
berkata, “Apa kira-kira pandangan pamanmu Abdur Rahman bin Auf, kalau ia
menyerahkan jabatan ini kepada orang lain, padahal dia tahu bahwa dirinya lebih
baik dari orang itu?”. Aku segera menemui Abdurrahman dan menceritakan kepada
beliau pertanyaan itu. Beliau lalu berkomentar, “Seandainya ada orang
meletakkan pisau dileherku lalu menusuknya hingga tembus, itu lebih kusukai
daripada menerima jabatan tersebut”. [Lihat Siyar Al-A’lam An-Nubala’
(1/87-88)].
Utsman bin Affan pernah mengeluh karena mimisan
(keluar darah dari hidung), lalu beliau memanggil Humran. Beliau berkata,
“Tuliskan mandat untuk Abdurrahman untuk menggantikan aku bila aku meninggal”.
Maka Humran pun menuliskan mandat itu. Setelah itu, Humran datang menjumpai
Abdur Rahman seraya berkata, “ Ada kabar gembira”. Abdur Rahman bertanya,
“Kabar apakah itu?”. Humran berkata, “Utsman telah menuliskan mandat untuk anda
sepeninggalannya”. Abdur Rahman pun segera berdiri di antara makam dan mimbar
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- (yakni, di Raudhah), lalu berdo’a,
“Ya Allah apabila penyerahan jabatan dari Utsman sepeninggalnya betul-betul
terjadi, maka matikanlah aku sebelum itu”. Tak lebih enam bulan berselang,
beliau pun wafat. [Lihat Siyar Al-A’lam An-Nubala’ (1/88)]
Yazib bin Al-Muhallab ketika diangkat sebagai
gubernur Khurasan, ia membuat pernyataan, “Beritahukanlah kepadaku tentang
seorang laki-laki yang memiliki kepribadian yang luhur lagi sempurna”. Beliau
lalu dikenalkan kepada Abu Burdah Al-Asy’ariy. Ketika Sang Gubernur menemui Abu
Burdah, ia mendapatinya sebagai seorang lelaki yang memiliki keistimewaan.
Ketika Abu Burdah berbicara, ternyata apa yang ia dengar dari ucapannya lebih
baik dari apa yang ia lihat dari penampilannya. Sang Gubernur lantas berkata,
“Aku akan menugaskanmu untuk urusan ini dan ini, yang termasuk dalam
kekuasaanku”. Abu Burdah meminta maaf karena tidak bisa menerimanya. Namun Sang
Gubernur tidak menerima alasannya. Akhirnya Abu Bardah pun berkata, “Wahai
Gubernur, sudikan anda mendengarkan apa yang disampaikan oleh ayahku? Bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda”. Gubernur
berkata, “Sampaikanlah”. Abu Bardah berkata, “Sesungguhnya Ayahku (Abu Musa
Al-‘Asy’ariy) telah mendengar Rasulullah SAWbersabda:
“Barang siapa yang ditugaskan untuk memikul
suatu pekerjaan yang dia tahu bahwa dirinya bukanlah orang yang ahli atau
pantas dalam pekerjaan tersebut, bersiap-siaplah ia masuk ke dalam neraka”.
Aku bersaksi wahai Gubernur, “Bahwa aku
bukanlah orang yang ahli atau pantas dalam urusan yang anda tawarkan”. Sang
Gubernur justru berkata, “Dengan ucapanmu itu, kamu justru membuat kami makin
berhasrat dan senang menaruh kepercayaan kepadamu. Laksanakanlah dengan segala
tugas-tugasmu. Kami tidak bisa menerima alasanmu”. Maka lelaki itu pun
menjalankan tugasnya di antara mereka selama beberapa waktu. Lalu ia meminta
ijin untuk dapat menemui Gubernur, dan ia diijinkan. Lalu ia berkata, “Wahai
Gubernur, sudikan anda mendengarkan apa yang disampaikan ayahku kepadaku bahwa
ia mendengar Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “terlaknatlah
orang yang meminta atas nama Allah. Terlaknatlah orang yang diminta atas nama
Allah, lalu tidak mengabulkan permintaan si peminta, selama ia (si peminta)
tidak meminta perkara yang memutuskan persaudaraan”.
Sekarang aku minta atas nama Allah untuk tidak
menjalankan tugas lagi, dan memaafkan saya atas pekerjaan yang telah saya
lakukan.” Maka sang Gubernur pun menerima alasannya. [Lihat Siyar Al-A’lam An-Nubala’
(4/345)]
Sufyan berkata, “Aku tidak pernah melihat
kezuhudan yang lebih sulit daripada kezuhudan terhadap kekuasaan. Kita bisa
dapati orang zuhud dalam hal makanan, minuman, harta, dan pakaian, namun kalau
kita berikan kepadanya kekuasaan, ia akan mempertahankannya dan berani
bermusuhan membelanya”. [Lihat Siyar Al-A’lam An-Nubala’ (7/262)]
Itulah sebagian dari nasihat dan mutiara hikmah
dan petuah salafush shaleh yang tinggi mutunya, mahal harganya, dan besar
faedahnya. Kalimat yang muncul dari lisan generasi terbaik umat ini. Yakni
sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in -radhiyallahu anhum-.
Allah Ta’ala berfirman ketika memuji mereka,
“Orang-orang yang terduhulu lagi pertama dari
kalangan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah dan Dia
menyiapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya selamanya. Itulah kemenangan yang besar”. ( QS.
At-Taubah: 100)
Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini, “Allah
mengabarkan tentang ridhonya kepada orang-orang beriman dari kalangan muhajirin
dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, serta keridhoan
mereka kepada Allah. Dengan apa yang Allah telah siapkan mereka berupa
surga-surga yang nikmat dan kenikmatan yang abadi [Lihat Tafsir Al-Qur’anil
Adzim (2/398)]
Rasulullah SAW bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ
قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah di zamanku,
kemudian setelahnya (tabi’in), kemudian setelahnya (tabi’ut-tabi’in)”. [HR.
Al-Bukhoriy dalam Kitab Asy-Syahadat (2509), dan Muslim dalam Fadho’il
Ash-Shohabah (2533)]
Ayat dan hadits di atas menjelaskan kepada kita
tentang keutamaan dan kedudukan yang agung yang telah diberikan Allah dan
Rasul-Nya kepada para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik.
Karena itu, hendaknya kita menjadikan mereka sebagai panutan dan suri teladan
yang baik. Merekalah yang dikenal dengan “Salafush Sholih” (Pendahulu yang
Baik).
Alangkah indahnya ucapan Abdullah bin
Mas’ud-radhiyallahu ‘anhu-, “Barangsiapa yang ingin mengambil teladan maka
hendaklah ia mengambil teladan pada orang yang telah meninggal (yakni, para
sahabat), sebab orang yang masih hidup tidaklah aman dari ujian. Mereka adalah
para sahabat nabi Muhammad SAW, mereka adalah manusia terbaik umat ini, yang
paling bagus hatinya, yang paling dalam ilmunya, dan paling sedikit membebani
diri. Mereka adalah suatu kaum yang dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi-Nya
dan menegakkan agama-Nya. Maka kenalilah keutamaan mereka! Ikutilah jalan
mereka, dan berpegang teguhlah dengan akhlak dan agama mereka semampu kalian,
karena mereka berada pada petunjuk yang lurus [HR. Abu Nua’im dalam Al-Hilyah
(1/305)]
Al-Imam Abu Amer Al-Auza’iy-rahimahullah-
berkata, “Sabarkanlah dirimu di atas sunnah. Berhentilah di mana kaum itu (para
sahabat) berhenti. Berucaplah dengan apa yang mereka ucapkan, tahanlah (dirimu)
dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan tempuhlah jalan salafush
shalehmu (pendahulumu yang shaleh). Karena sesungguhnya apa yang engkau leluasa
(melakukannya) leluasa pula bagi mereka”. [HR. Al-Lalikaa’iy dalam Syarh I’tiqod
Ahlis Sunnah (no.315), Al-Ajurriy dalam Asy-Syari’ ah (1/148)]
Inilah beberapa buah petikan nasihat dari
kehidupan Nabi SAWdan para sahabatnya yang jauh dari ketamakan terhadap
kekuasaan. Mereka amat takut menerima kekuasaan; berbeda dengan orang-orang di
akhir zaman ini, mereka berlomba-lomba meminta kekuasaan dengan berbagai macam
dalih, seperti “Demi Islam”. Padahal semuanya demi kursi!! Islam tak butuh
kepada perjuangan yang jauh dari petunjuk Islam. Fa’tabiruu ya ulil abshor.
Sumber : sekitarislam.wordpress.com
Nah, semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat
ya!
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
0 komentar:
Posting Komentar